Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Rubiandini mengatakan bahwa Indonesia harus mulai mempertimbangkan nuklir sebagai energi alternatif di masa depan.
"Negara-negara maju sudah mengembangkan nuklir karena merupakan energi yang sangat murah dan efisien. Ssatu gram nuklik setara dengan satu ton batu bara," kata Rudi saat menjadi pembicara dalam Diskusi Panel Ahli Ikatan Sarjana Nu (ISNU) bertema "Roadmap Kebijakan Energi Yang Tepat dan Berani", di Jakarta, Jumat.
Rudi mencontohkan, 30 persen pasokan energi di Jerman berasal dari nuklir sementara Prancis bahkan sudah mencapai 40 persen. Menurut Rudi, karena nuklir sangat efisien, negara-negara maju cenderung ingin memonopoli pengembangan energi terbarukan tersebut.
"Di sisi lain, nuklir juga sangat ramah lingkungan, apalagi dibandingkan dengan batu bara yang merusak berhekttar-hektar hutan hanya untuk menghasilkan energi yang setara dengan satu gram nuklir," kata dia.
Rudi juga menganggap nuklir akan aman jika dikembangkan di Indonesia karena didukung oleh karakter geografis kepulauan. Karakter geografis itu membuat pembangkit tenaga nuklir tidak akan terpusat di satu titik melainkan tersebar dengan skala kecil.
"Jadi kita tidak akan membangun satu pembangkit tenaga nuklir besar dan terpusar melainkan banyak pembangkit-pembangkit kecil yang tersebar," kata dia.
Rudi menjelaskan, pertimbangan pengembangan nuklir tersebut merupakan salah satu usaha mendiversifikasi energi yang saat ini sangat bergantung pada bahan bakar minyak yang semakin mahal.
"Kita sangat bergantung pada BBM sebagai sumber energi, akibatnya seringkali Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) menjadi defisit karena pemerintah harus mengeluarkan subsidi besar," kata dia.
Pada 2012 ini, pemerintah harus menambah anggaran subsidi BBM premium sebanyak Rp79,4 triliun menjadi Rp216,8 triliun akibat Batalnya rencana kenaikan harga atau pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) awal tahun.
Tingginya harga harga minyak mentah Indonesia, yang pada periode Januari-September mencapai 114,1 dolar AS per barel disebut sebagai salah satu faktor membengkaknya anggaran subsidi.
Selain itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro mengatakan (15/10) bahwa batalnya kenaikan harga premium telah membuat konsumsi pada bahan bakar minyak jenis itu melebihi kuota yang ditetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar